Kedudukan dan Tupoksi kelurahan dapat dilihat disini

Kelurahan Kotabaru sebagai Cagar Budaya Indische yang artinya sebagai kawasan warisan budaya yang bersifat kebendaaan bergaya Indisch..

 

Peta wilayah kotabaru dapat dilihat di tautan berikut https://kotabarukel.jogjakota.go.id/download/hit/2524/peta-kelurahan-kotabaru-2524.pdf.pdf

I     BATAS WILAYAH
      Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4 daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten
      Kota Yogyakarta terletak ditengah-tengah Propinsi DIY, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut
      Sebelah utara : Kabupaten Sleman
      Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Sleman
      Sebelah selatan : Kabupaten Bantul
      Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Sleman
     Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 2419II sampai 110o 28I 53II Bujur Timur dan 7o 15I 24II sampai 7o 4926II Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m diatas permukaan laut


II     KEADAAN ALAM
      Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu :
      Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong
      Bagian tengah adalah Sungai Code
      Sebelah barat adalah Sungai Winongo


III     LUAS WILAYAH
      Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY
      Dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 428.282 jiwa (sumber data dari SIAK per tanggal 28 Februari 2013) dengan kepadatan rata-rata 13.177 jiwa/Km²


IV     TIPE TANAH
      Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya yang berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia vulcanic foot plain) yang garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda Sejalan dengan perkembangan Perkotaan dan Pemukiman yang pesat, lahan pertanian Kota setiap tahun mengalami penyusutan.  Data tahun 1999 menunjukkan penyusutan 7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75) karena beralih fungsi, (lahan pekarangan)


V     IKLIM
      Tipe iklim "AM dan AW", curah hujan rata-rata 2.012 mm/thn dengan 119 hari hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%.  Angin pada umumnya bertiup angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 220°  bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah ± 90° - 140° dengan rata-rata kecepatan 5-16 knot/jam


VI     DEMOGRAFI
      Pertambahan penduduk Kota dari tahun ke tahun cukup tinggi, pada akhir tahun 1999 jumlah penduduk Kota 490.433 jiwa dan sampai pada akhir Juni 2000 tercatat penduduk Kota Yogyakarta sebanyak 493.903 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 15.197/km².  Angka harapan hidup penduduk Kota Yogyakarta menurut jenis kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan perempuan usia 76,31 tahun.

Kelurahan Kotabaru:

Kampung Kotabaru Kelurahan Kotabaru terletak di Kecamatan Gondokusuman. Letak Kotabaru di sisi utara dibatasi Kelurahan Terban. Sebelah selatan dibatasi Kelurahan Tegalpanggung, Kecamatan Danurejan. Sisi timur dibatasi Kelurahan Klitren, Kecamatan Gandakusuman. Sedangkan bagian barat Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis. Disebut “Kotabaru” mengacu pada realitas pembangunan hunian dan penataan lingkungan yang baru untuk masyarakat Belanda. Istilah “kota” merujuk pada perancangan wilayah yang menerapkan konsep garden city, dengan langgam bangunan Indis.

Inajati Adrisijanti (2002) menengarai implementasi garden city tampak dalam perencanaannya. Terdapat unsur pepohonan dan greenbelt di sekitarnya, dan boulevard berupa jalan raya dua jalur dengan jalur pejalan kaki di tengah. Di jalur ini ditanam pepohonan peneduh dan pohon berbunga harum. Prasasti Penanda Kampung Pengok (kiri) dan Suasana Kampung Pengok (kanan) Sumber: Survei Lapangan tahun 2019 96 Toponim Kota Yogyakarta Rancangan ini guna memenuhi aspek kenyamanan dan keamanan para penghuninya dalam beraktivitas sehari-hari. Hunian warga Belanda di Kotabaru muncul dilatarbelakangi regulasi Decentralisatie Wet (Undang-undang Desentralisasi) tahun 1903 yang berimbas pada tumbuhnya perkotaan di Jawa. Berdasar regulasi tersebut, setiap daerah dibentuk pemerintahan otonomi (Milone, 1966).

Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang terkena pengaruh Decentralisatie Wet. Ketika jumlah komunitas Eropa membengkak, hunian baru amatlah diperlukan. Bintaran memadat, Residen Cornelis Canne tanpa ragu memohon Hamengkubuwana VII supaya diizinkan memakai lahan di sisi utara kota untuk ditempati para tuan kulit putih. Lahan tersedia di timur Sungai Code akhirnya dibangun pemukiman bernama nieuwe wijk (Bruggen, 1998: 43). Selain hunian, daerah Kotabaru dijumpai aneka fasilitas pendukung. Misalnya, sarana peribadatan seperti Gereja Katholik St. Antonius (Nieuw Wijk Katholieke Kerk) dan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (Gereformeerde Kerk Djogja), Noviciaat en Pastorie, Kolsani (Kolese Ignatius), Sekretariat Paroki Gereja St. Antonisus (Katholieke Jongemen Organisatie), Sekolah Tinggi Kateketik (Canisius Seminarie). Juga sarana kesehatan RS. Bethesda (Petronella Hospitaal).

Tak ketinggalan pendukung olahraga berupa Stadion Kridosono (Bijleveld Stadion) dan kolam renang Umbang Tirta (Zwembad Djokja). Tak lupa sarana edukasi: SD. Ungaran (Europese Lagere School), SMP 5 (Normaal School/ sekolah guru pribumi), SMA 3 (Algemeene Middelbare School), SMA BOPKRI I (Christelijk MULO/Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs), Universitas Kristen Duta Wacana (Keuchenius School yaitu sekolah mendidik anak pribumi menjadi guru di sekolah Kristen), Sekolah Tinggi Theologia Duta Wacana (Land Jong School yakni sekolah dasar Kristen bagi anak pribumi). Tak hanya itu, terdapat fasilitas militer dan keamanan (Politie Posthuis dan Magazijn van Oorlog); jaringan jalan dan air minum, serta sarana drainage, juga penerangan listrik (Hudiyanto, 1997). Penghubung wilayah Kotabaru dan pusat kota, yakni ruas jalan melintasi di atas Sungai Code menuju Jalan Malioboro. Menengok sejumlah fasilitas itu, tak mengherankan masyarakat Yogya menyebut pemukiman baru warga Eropa yang dilengkapi berbagai fasilitas itu sebagai Kotabaru.

)